Senin, 14 Februari 2011

Ujian Nasional Bareng Pak Menteri

Meskipun mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, Kementerian Pendidikan Nasional kembali bersikeras akan melaksanakan Ujian Nasional. Di Harian Tribun Timur, Edisi 1 Januari 2011 yang lalu diberitakan Pemerintah tetap akan melaksanakan Ujian Nasional pada bulan Mei mendatang dengan format yang berbeda. Tak ada lagi Ujian Ulangan bagi siswa yang tidak lulus. Bagi yang tidak lulus, akan diberikan pilihan yakni mengikuti ujian paket C atau menunggu hingga ujian nasional tahun mendatang.

Berita ini tentunya merupakan kado awal tahun yang pahit dari pemerintah buat pelaku dunia pendidikan di Indonesia terutama pelajar yang kembali akan dihantui oleh UN. Hajatan akbar ini pastinya akan kembali menjadi momok paling menakutkan yang akan menghadirkan frustasi sosial mahaakbar, apatahlagi pemerintah tidak akan memberi ampun (baca : ujian ulangan) bagi mereka yang tak bisa memenuhi standar nilai yang ditentukan. Negara kembali hadir sebagai lembaga yang abai terhadap suara rakyat, guru dan pelajar yang menyatakan bahwa ujian nasional tidak sesuai dengan UU Sisdiknas, UU Guru dan prinsip paedagogis. Negara tak lagi menjadi nation yang melindungi hak-hak sipil warga negaranya dan kemudian berubah menjadi alat yang memonopoli kekerasan atas rakyatnya.


Hentikan Ujian Nasional!

Jika kita menganalisa lebih jauh, tak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk kembali menggelar Ujian Nasional. Secara hukum, UN telah dinyatakan inskonstitusional dan ilegal oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 21 Mei 2007 yang memutuskan bahwa Presiden, Wapres, Menteri Pendidikan Nasional dan Ketua BSNP, lalai memberikan pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap warga negara yang menjadi korban ujian nasional. Hal ini kemudian dipertegas lagi oleh putusan Mahkamah Agung yang melarang pelaksanaan ujian nasional. Sehingga pemerintah seharusnya mematuhi putusan hukum yang telah ditetapkan.

Kemudian dari perspektif tujuan dilaksanakannya ujian nasional yang katanya demi pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan di negeri ini. Pemerintah hampir dikatakan tak pernah melakukan evaluasi terhadap hasil ujian nasional apalagi melakukan pemetaan dan perbaikan mutu. Masih jelas di benak penulis, ketika tahun lalu Menteri Pendidikan Nasional, Muh. Nuh berjanji di Makassar bahwa akan melakukan evaluasi, pemetaan dan perbaikan terhadap hasil ujian nasional yang baru saja dilaksanakan saat itu. Namun hingga saat dimana UN kembali akan digelar, belum ada upaya kongkrit dari pemerintah terhadap sekolah-sekolah yang lemah dalam pelajaran yang diujikan. Belum lagi upaya perbaikan dan pemerataan pendidikan yang belum juga dilakukan. Jika memang bertujuan memetakan mutu pendidikan, pemerintah mestinya memperbaiki dan meningkatkan akses, proses, biaya dan sarana pendidikan demi memperbaiki mutu.

Belum lagi komitmen pengembangan mutu pendidikan lewat anggaran belanja sebesar 20 persen pun belum terwujud dalam aksi nyata. Tercatat 55 persen gedung sekolah rusak, 25 persen diantaranya rusak berat. Jadi hanya 45 persen saja gedung sekolah yang dikategorikan baik. Apakah pemerintah akan terus menerus menutup mata dengan realitas ini? Dan kemudian bersikap apatis, tak mau peduli. Pemerintah sudah seharusnya sadar bahwa masih banyak di negeri ini, gedung sekolah yang berantakan dan dalam kondisi memprihatinkan. Atap sekolah yang rontok, dinding-dinding yang bolong, meja kursi reot dan berbagai sarana yang jauh dari standar minimal pelayanan pendidikan masih menjadi sebuah ironi di negara yang lebih dari setengah abad merdeka ini. Situasi tersebut hampir merata di seluruh pelosok negara. Banyak anak di negeri ini yang mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam situasi yang mengenaskan. Sebagaimana yang dialami siswa anak petani miskin di Desa Pulau Nyiur, kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan yang belajar dalam satu lokasi yang dibagi menjadi tiga ruang dimana salah satunya untuk siswa tiga kelas. Tidak lulus ujian nasional atau di bawah standar tentunya bukan pilihan anak-anak itu sendiri. Mereka tidak bisa memilih situasi yang lebih baik untuk fasilitas dan layanan pendidikan.

Apakah adil menuntut hasil yang standar jika ruang kelas, guru dan fasilitas pembelajaran sebagai bagian dari proses pendidikan belum standar?. Penulis sepakat dengan para aktivis pendidikan yang menilai bahwa ujian nasional seperti pola berpikir tengkulak. Pemerintah hanya ingin memetik hasil dengan jalan pintas tanpa peduli proses untuk mendapatkan hasil. Padahal, masih sangat banyak anak yang kurang atau bahkan tidak memiliki akses dalam menyiapkan diri menghadapi ujian nasional.

Richard Pring (1995) menyebutkan bahwa terlalu banyak anak kita telah diperlakukan sebagai pihak yang tidak penting karena mereka tidak dapat berhasil di dunia akademis. Anak-anak kita-yang tidak lulus UN dianggap tidak mampu memasuki percakapan intelektual yang didefinisikan orang-orang yang memiliki posisi dalam kendali akademis. Para guru pun merasa pahit ketika melihat standar didefinisikan seluruhnya dari segi kerangka keunggulan akademis (kognitif) padahal para guru mengetahui bahwa ada banyak aspek yang dibutuhkan untuk membentuk pribadi seorang anak.

Jikalau sudah seperti ini, UN tak lagi menjadi sebuah alat untuk melakukan pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan. UN secara tidak langsung hanya menjadi alat pembodohan dan penindasan sistemik. Anak didik di drill untuk menyelesaikan soal pilihan ganda yang berakibat pada pembentukan karakter siswa yang senang berspekulasi. Maka, jangan heran jika ada siswa yang pintar dan baik namun tidak lulus sementara siswa yang malas dan sering tidak masuk sekolah lulus.

Pola evaluasi seperti ini tentunya hanya akan melahirkan anak didik yang cerdas secara kognitif namun lemah secara afektif, psikomotorik maupun spiritual. Hal inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa banyak lulusan lembaga pendidikan kita hanya menjadi pengangguran karena tak memiliki skill dan soft skill (afektif) yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Penulis bahkan khawatir jika nantinya dunia pendidikan kita hanya akan melahirkan “Gayus Tambunan” baru. Lulusan-lulusan yang tidak memiliki integritas dan karakter yang kuat sehingga sangat mudah diperbudak oleh permainan politik dan kekuasaan.

Lain lagi dengan standarisasi nilai kognitif yang harus dipenuhi. Tak jarang di beberapa sekolah tiap tahunnya membentuk “tim sukses UN” agar anak didik sukses memenuhi standarisasi yang ditentukan. Seluruh komponen sekolah menguras tenaga semaksimal mungkin agar anak didik dapat lulus 100%. Karena selain demi keberhasilan pengajaran, hal ini juga demi sebuah prestise sekolah. Mulai dari les tambahan, kursus privat hingga tak jarang ada juga yang melakukan kecurangan. Seperti yang diberitakan di berbagai media tentang dilaksanakannya ujian nasional ulangan menyusul adanya penemuan tindak kecurangan (kebocoran soal) di beberapa daerah tahun lalu. Selain itu, dengan format UN yang baru dilansir oleh Kemendiknas dinilai hanya akan memberikan ruang yang lebih bagi sekolah untuk melakukan mark-up nilai, memberi “bekal” nilai gila-gilaan demi kelulusan siswa. Sehingga tak jarang nilai hasil UN tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Penulis pernah menemukan seorang guru yang mengeluhkan siswanya yang susah menerima pelajaran padahal nilai ujian nasionalnya di atas rata-rata.

Kita tentunya berharap agar Ujian Nasional tak lagi menjadi alat pembodohan dan penindasan sistemik yang hanya mengakibatkan jatuhnya “korban” dimana-mana. Cukup sudah kita melihat betapa banyak pelajar di negeri ini yang stress, frustasi atau bahkan bunuh diri hanya karena mereka tak bisa memenuhi keinginan pemerintah.

Hentikan Ujian Nasional. Lakukan evaluasi terhadap hasil UN tahun-tahun sebelumnya. Paparkan terapi (treatment) apa yang dipersiapkan pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan. Jangan hanya selalu mematok angka-angka batas kelulusan sementara tidak melakukan perbaikan secara komprehensif. Jangan lagi menghamburkan-hamburkan ratusan miliar uang negara untuk hajatan nasional yang hanya dijadikan lahan proyek bagi pihak yang tidak bertanggung jawab. Lebih baik gunakan dulu untuk memperbaiki fasilitas dan layanan pendidikan seluruh anak didik di negeri ini baru kemudian diuji secara nasional. Sudah saatnya kita mengakhiri kegemaran mengutak-atik kebijakan dan segera merancang blueprint pendidikan nasional agar visi pendidikan Republik Indonesia dapat lebih terarah.

Akhirnya, jika Kemendiknas masih tetap ngotot melaksanakan Ujian Nasional, kita tantang Pak Menteri, Bapak Muhammad Nuh, BSNP beserta jajarannya untuk ikut menyelesaikan soal ujian bersama pelajar di bulan Mei mendatang. Kita buktikan apakah beliau-beliau yang terhormat itu juga sanggup memenuhi

Selengkapnya...

Jumat, 15 Oktober 2010

Dimensi Sosial Merapatkan Shaf Shalat

Jum’at pekan lalu, saya melaksanakan shalat jum’at di salah satu masjid di kawasan jalan Pongtiku. Tidak banyak yang sempat saya dengarkan dari khutbah saat itu. Bukan karena saya tertidur seperti kebanyakan kita yang tertidur saat khotib menyampaikan khutbahnya atau bicara bersama teman di samping saya. Itu karena saya telat hadir di masjid saat itu sehingga mungkin pahala yang saya dapatkan hanya sebutir telur ayam.

Khutbah selesai dan muadzin segera ambil posisi dan mengumandangkan iqamah. Shalat jum’at berjamaah akan segera dimulai. Imam pun mengingatkan kepada jemaah untuk meluruskan shaf dan merapatkannya sebelum nantinya ia mengangkat takbir. Saya pun antusias merapikan dan mengajak jamaah yang lain untuk merapatkan shaf. Beberapa kali saya menyeru namun orang di samping saya tak juga merapat. Akhirnya kubiarkan saja shaf itu renggang dan kumulai untuk ikut takbir. Dalam hati sempat terbersit kekesalan akan orang yang disamping saya yang tidak mau merapatkan shafnya. Seperti kebiasaan saya menggumam dalam hati setiap kali saya shalat di masjid. Apalagi masjidnya agak besar. Sering saya berfikir, mengapa kita selalu membiarkan shaf kita tidak rapi, membiarkan celah menganga dimana-mana. Mengapa di masjid besar tak pernah kutemukan jemaah shalat dengan shaf yang lurus, rapat dan rapi?. Apakah ini meniscayakan keseharian kita yang enggan bersatu? Lewat tulisan ini, semoga kita bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kita dalam berjamaah.



Merapatkan Shaf
Jama’ah sendiri berasal dari kata Al-Jam’u, Al-Jam’ah yang berarti jumlah manusia yang banyak. Lawan dari kata ini adalah Al-Mutafarruq (perpecahan). Jadi, shalat berjamaah itu sendiri adalah shalat yang dilakukan secara bersama antara imam dan makmum dan di dalammnya terdapat ketentuan atau syarat-syarat tertentu.

Salah satu ketentuannya adalah meluruskan dan merapatkan shaf. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Nu’man bin Basyir ra. Rasululullah SAW pernah bersabda “Luruskan (samakanlah) shaf-shaf kalian (beliau mengulangi 3 kali), maka demi Allah hendaklah kalian meluruskan shaf kalian atau sungguh Allah akan menyelisihkan diantara hati-hati kalian.” Dalam riwayat lain disebutkan “Hendaklah Kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menyelisihkan di antara wajah-wajah kalian.”(Hadist riwayat Bukhari). Dua dalil ini mengisyaratkan kepada kita bahwa meluruskan dan merapatkan shaf adalah wajib dalam shalat berjamaah. Mengapa wajib? Karena di akhir sabda rasul ini didapati ancaman jika kita membiarkan shaf renggang. Ancaman bahwa Allah akan menyelisihkan di antara wajah-wajah kalian itu sebenarnya dapat dimaknai sebagai peluang adanya perselisihan, pertikaian atau perbedaan dalam ummat Islam jika kita enggan merapatkan shaf dalam shalat berjamaah. Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada kita “Rapatkanlah shaf-shaf kalian, saling berdekatanlah, dan luruskanlah dengan leher-leher (kalian), karena demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggamannya, sesungguhnya aku melihat setan masuk dari celah-celah shaf seakan-akan dia adalah kambing kecil.” (HR Abu Dawud). Bisa jadi syetan-syetan yang menyelinap dalam celah-celah shaf itulah yang menyemaikan benih kebencian dalam hati kita sehingga shalat yang kita lakukan tidak mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.

Allah Azza Wa Jalla berfirman “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi (teratur) seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Surah Shaf : 4). Ayat ini menyerukan kepada manusia untuk merapatkan barisan dalam jihad di jalanNya. Tidak hanya dalam jihad berperang tetapi juga shalat berjamaah. Shalat berjamaah juga merupakan jihad, karena dalam melaksanakannya kita dituntut untuk rela meninggalkan pekerjaan, perdagangan kita atau aktivitas apapun itu.

Kita juga sering mendapati imam menyeru acap kali ingin memulai shalat berjamaah. “Sawu shufufakum..” atau “Luruskan dan rapatkan shaf..” agar para jemaah mudah mengerti. Di saat seperti ini semestinya para jemaah wajib menaati perintah sang imam untuk merapatkan shaf. Karena antara imam dan makmum terdapat relasi instruksional agar makmum mengikuti imam. Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk kamu ikuti, maka janganlah kamu menyelisihinya…” Jelaslah bahwa sebagai seorang makmum kita harus mengikuti imam, baik gerakan atau perintahnya, termasuk seruan merapatkan shaf.


Dimensi Sosial
Ada banyak makna yang terkandung dalam shalat berjamaah. Terlebih jika kita merapikan dan merapatkan shaf kita. Beragam manfaat yang ditawarkannya. Pertama, shalat berjamaah mampu membangun hubungan emosional yang erat diantara kita. Membangun kepedulian satu sama lain. Salam di akhir shalat itulah yang merupakan manifestasi kepedulian kita . Mendoakan keselamatan bagi orang yang berada di kiri kanan kita. Terkadang, dua orang yang bermusuhan bisa kembali berbaikan jika ia shalat berjamaah. Kedua, dalam shalat berjamaah terdapat kesetaraan. Kesetaraan sebagai manusia yang sama di hadapan sang Khalik. Tak ada diferensiasi antara si kaya dan si miskin, pejabat dan rakyat. Semua sama, semua punya hak untuk berada di dalam satu shaf. Terlebih ketika diri ini bersujud, merendahkan diri di hadapanNya. Ketiga, shalat berjamaah mengajarkan kita untuk disiplin dan membiasakan diri untuk mengikuti pemimpin kita. Tak ada yang berani menolak untuk ruku’ ketika imam ruku’ dan sujud ketika imam sujud. Begitu pula jika kita masbuk, kita dianjurkan untuk langsung mengikuti gerakan imam. Semua bergerak bersama dalam satu komando.

Semua itu bermuara pada dimensi terpenting dalam shalat berjamaah. Adalah memupuk rasa integritas, kesatuan gerak, kesatuan rasa. Semua bersatu dalam gerak harmoni seirama, dipimpin oleh satu imam. Shalat berjamaah menghidupkan rasa kemerdekaan (freedom), persamaan (equality) dan persaudaraan (brotherhood) Dimensi social inilah yang sebenarnya bisa memberikan stimulus bagi perkembangan perilaku kita. Toleran, kerukunan dan kebersamaan. Hal yang jarang kita dapati dalam kehidupan nyata. Padahal, jika kita mengamati kemajuan prilaku religiusitas masyarakat sekarang semakin meningkat.

Coba tengok, masjid yang dulunya sering kosong melompong kini telah diisi oleh jemaah. Di masjid dekat rumah saya, jamaah shalat isya yang dulunya tidak lebih dari satu shaf kini merapat ke belakang hingga mencapai tiga shaf. Bak gayung bersambut, pembangunan masjid pun dimana-mana. Data dari Departemen Agama menunjukkan saat ini kurang lebih ada sekitar 700.000 buah masjid tersebar di seluruh pelosok negeri. Meningkat dari tahun 2004 yang jumlahnya hanya 643.834 buah masjid. Pengurus masjid berlomba-lomba mempercantik bangunan masjid dengan memugar sana-sini, berusaha keras agar jemaah nyaman berada di dalam masjid. Entah tujuannya untuk apa. Apakah agar pemasukan celengan masjid bertambah atau apalah. Terlepas dari tendensi dan motivasi di baliknya, yang jelas kita bersyukur atas semua itu. Karena masyarakat kita kini lebih religius. Jika begitu, mengapa toleransi, kerukunan dan kebersamaan sulit kita raih? Mengapa kita masih saja saling menghujat dan menyalahkan satu sama lain? Hingga berujung pada pertikaian, tawuran yang tak jarang merenggut nyawa. Seakan menganggap perdamaian, prestise itu hanya diperoleh dari perang. Mengapa kita malah semakin “buas” setelah ritual keberIslaman kita meningkat? Justru banyak diantara kita yang mengaku beriman namun malah menjadi “panglima” setiap kali ada kekerasan dengan alasan agama.

Sebuah Refleksi
Mungkin salah satunya disebabkan karena kekeliruan kita dalam menjalankan aktivitas keberagamaan kita. Kita menganggap bahwa ibadah hanya sekedar dimensi ritual an sich. Tak ada dimensi social di dalamnya. Salah satunya, dalam melaksanakan shalat berjamaah. Kita enggan menyempurnakan dan merapatkan shaf. Padahal ketika berjamaah itulah moment dimana seluruh umat muslim bisa bersatu. Tak ada perbedaan, satu kata dan perbuatan. Kita tentunya sangat menantikan hal itu. Dimana toleran, kerukunan dan kebersamaan terangkum dalam kehidupan social kita. Yang jelas, perdamaian dan kerukunan yang kita dambakan bersama bukanlah suatu yang absurd. Ummat Islam bersatu bisa saja dicapai jika kita mulai dari hal yang kecil seperti ini. Namun jika kita masih enggan, sangat naif jika kita berharap demikian. Semua ummat bersatu membagun negara ini atau bahkan melawan musuh Islam. Wajar jika perpecahan dan perselisihan itu masih ada. Seperti hadits Rasulullah berikut ini; Hai hamba-hamba Allah, kalian benar-benar meluruskan shaf kalian (jika tidak) Allah akan (menimbulkan perselisihan) di antara wajah-wajah kalian.” (HR Muslim dan Ahmad)

Wallahu A’lam.

Selengkapnya...

Senin, 11 Oktober 2010

Penjahat

Seorang pemuda duduk di trotoar jalan meminta-minta sedekah dari orang-orang yang lewat di jalan. Pemuda itu besar dan bertubuh kekar namun tubuhnya lemas karena lapar. Di sana ia duduk sambil menengadahkan tangan sambil meminta kepada yang lalu lalang, memohon dengan sangat kemurahan hari mereka untuk mengasihinya, meratapi nasib dan menangis didera pedih perih perut karena lapar.Malam telah larut karena gelap. Bibirnya menjadi kering dan lidahnya berubah layu dan tangan dan perutnya kosong melompong. Ia beranjak dan pergi ke luar kota dan duduk di bawah pepohonan serta meratap dengan ratapan yang getir. Ia menengadahkan matanya yang berkaca-kaca ke atas dan mengadukankelaparannya.

"Tuhan, aku telah mendatangi si kaya untuk mencari kerja namun mereka acuh lantaran pakaianku yang compang-camping. Telah kuketuk pintu rumah sekolah dan mereka melarangku masuk karena tanganku hampa. Kucari pekerjaan demi nafkah sehari-hari tapi orang menolakku karena nasibku bertentangan dengan diriku. Maka, aku pun kini mengemis."

"Mereka yang menyembah Engkau, wahai Tuhan, memandang diriku dan berkata orang ini kuat dan mampu, sedang belas kasihan bukan untuk mereka yang lamban dan malas. Ibuku melahirkanku atas ridho-Mu. Karena engkau pula aku ada. Mengapa orang meniadakanku rezeki yang kucari atas namamu?"

Dan seketika itu pula, air permukaanya berubah. Dia bangkit berdiri dengan mata yang nyalang bak bintang cemerlang. Lalu dari cabang pohon yang mengering dibuatnya tongkat berat. Diacungkannya ke tengah kota dan berteriak. "Aku mencari nafkah dengan peluh keningku namun tiada mendapatkannya. Kini, aku akan mengambilnya dengan kekuatan tangan besiku. Telah kuminta sepotong roti atas nama cinta, namun tak seorang pun mendengarkan diriku. Kini aku akan mencarinya atas nama kejahatan.."

Tahun demi tahun berlalu dan pemuda itu memenggal leher insan demi kepentingan perhiasannya dan merusak tubuh demi memuaskan nafsu makannya. Dia akhirnya bertambah kaya dan tersohor karena kekejaman dan kebengisannya. Dia dicintai di kalangan perampok dan ditakuti oleh orang-orang yang patuh hukum.

Demikianlah orang dengan ketamakannya melahirkan para penjahat yang menyedihkan dan dengan kekerasannya mengubah anak yang baik menjadi penjahat.

Selengkapnya...

Kamis, 14 Januari 2010

Cara Mengubah File Word ke PDF

Sebenarnya genre tulisan ini sangat berbeda dengan tulisan-tulisan sebelumnya di blog ini. Namun, saya merasa hal ini penting untuk saya sampaikan ke teman-teman sebab hal ini sangat krusial bagi Anda terutama bagi para pelamar pekerjaan atau beasiswa yang sering kali berhadapan dengan hal-hal yang menggunakan aplikasi PDF di dalamnya, misal Curriculum Vitae. Selain itu, sebenarnya saya cuman mau nambahin aja postingan terbaru krn dah lama nggak ngubah-ngubah tampilan blog ini.. (hehehe,, lagi males kali yak..)

Baik, daripada berlama-lama membincang kenapa tulisan ini hadir mari kita mulai "berlatih" (hehehe,, kyk PSSI aja..) mengubah file word Anda ke PDF. Tapi, sebelumnya saya sampaikan bahwa tutorial seperti ini sebenarnya sudah sangat banyak namun menurut saya tutorial ini lebih mudah dari yang laen.. Karena selain singkat, ini juga murah lho.. cukup 5000 rupiah saja (lha kok malah jualan yak?? hehehe..)

Oke cappo,,!! Let's play..!!

1. Pertama,, silakan teman-teman download dulu software gratis dan "ringan" ini doPDF

2. Jika sudah selesai, langsung diinstal aja ke komputer teman-teman

3. Sudah??? Langkah selanjutnya,, teman-teman tinggal membuka file Microsoft Word yang ingin Anda ubah ke dalam bentuk PDF

4. Setelah itu silakan pilih toolbar Print atau menekan Ctrl+P. Pastikan aplikasi yang udah temen-temen download dalam kondisi "aktif" (Ket : Set as Default Printer : doPDF v7) tapi jika belum, silakan mengaktifkannya di Control Panel - Printer and Faxes.

5. Pastikan Anda "berhadapan" dengan dialog box Print lalu pilih OK. Maka selanjutnya akan tampil "dialog box" dr software tersebut. Pilih Browse untuk menempatkan file yang telah Anda konversi ke PDF trus jangan lupa,, ketik nama file sesuka Anda.

6. Jika semua sudah dilewatin (ciee,, kayak petualangan aja..) pilih OK dan tunggu sejenak maka file Anda akan tampil dalam bentuk PDF.


Gimana??? mudah kan..????
Kalo gitu silakan mencoba dan semoga bermanfaat...
Nuun Wal Qalami Wa Maa Yasthurun Selengkapnya...

Minggu, 13 September 2009

Ramadhan yang Khas

kawan,, Ramadhan bulan suci katamu
kau meniru ucapan Nabi atau kau tlah
merasakan sendiri kesuciannya melalui kesucianmu..??
tapi, bukankah kau masih selalu menunda-nunda
menyingkirkan kedengkian, keserakahan, ujub,
riya, takabbur dan sampah-sampah lainnya yang
masih mampat di comberan hatimu?

Tidak terasa Ramadhan kan segera meninggalkan kita. Tersisa waktu sepekan untuk kita mengisinya dengan amalan-amalan yang mengharap ridhoNya. Telah banyak "program-program ramadhan" yang telah kita lewati. Mulai dari program perorangan kita hingga kalangan industri yang tlah jauh-jauh hari mempersiapkan diri dalam menyambutnya. Selama kurang lebih 23 hari nuansa ramadhan kita rasakan. Mulai dari spanduk-spanduk yg bejubel di mana-mana yang bertuliskan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa", taraweh-an, buka puasa bareng ma keluarga, teman-teman, atau bahkan dengan kekasih pujaan hati.

Berbagai fenomena khas kemudian tlah banyak kita jumpai dalam kurun waktu beberapa pekan belakangan ini. Singkat kata, jadwal dan acara yang menyibukkan kita di hari-hari ramadhan seperti sudah siap tersedia, tinggal mengikutinya. Kita telah memprogram Ramadhan, bukan sebaliknya Ramadhan yang memprogram kita. Kita kemudian merekayasa "kesucian" ramadhan bukan Ramadhan yang menyucikan kita.


Tentu saja itu hanyalah gambaran umum. Selalu ada pengecualian pada gejala yang umum terjadi. Pastilah ada hamba-hamba yang kukuh bergeming, mencoba untuk melawan arus. Mereka yang memandang Ramadhan sebagai momen yang baik untuk mengharap ridhoNya. Menjadikan ramadhan sebagai anugrah Allah setelah selama sebelas bulan melakukan rutinitas yang seringkali jauh dari kepentingan diri baik spiritual ataupun emosional. Bagi mereka ramadhan bagaikan hadiah yang diberikan Allah berupa kesempatan untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri sebagai hamba dan khalifahNya. Bisa jadi mereka melihat fenomena keagaaman yang hadir saat bulan Ramadhan dengan kritis sehingga berupaya untuk paling tidak memilih untuk memulai dari diri sendiri saja.

Mereka berpuasa sebagaimana yang lain berpuasa. Mereka merasa bahwa bulan ramadhan adalah kesempatan yang paling baik untuk melakukan perenungan, terutama terhadap amal perbuatan mereka yang bersifat keagamaan. Apakah amal mereka murni hanya karna mengharap ridhoNya? atau jangan-jangan niatannya disusupi dengan kehendak nafsu yang tersembunyi? Mengapa dzikir dan bacaan Qur'an mereka mesti melengking-lengking yang acap kali "mengganggu" orang kalau memang itu diniatkan hanya semata karna Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat.

Akhirnya, di bulan Ramadhan ini, mereka berusaha seoptimal mungkin berpuasa dari hal-hal selain yang berkaitan dengan dambaan akan memperoleh ridhoNya.
Apakah kita termasuk mereka? ataukah... ahh.. mudah-mudahan tidak.. amin..
Selengkapnya...

Harga Sebuah Tanda

Ketika kepada Sayed Ghaus Ali Syah dipertanyakan "Mengapa engkau meminta bayaran sedemikian mahalnya untuk pelajaran-pelajaran yang engkau berikan?" beliau menjawab "Mengapa tidak..??"

Si penanya melanjutkan :
" Sudah tentu engkau tidak mengeluarkan biaya yang sedemikian besarnya untuk memperoleh pengetahunmu itu atau untuk hidup sambil membagi-bagikan pengetahuan itu?"

"Sebaliknya!" jawab sang sufi "untuk memperoleh pengetahuan itu aku telah mengeluarkan sedemikian banyaknya biaya sehingga uang tidak dapat menutupinya. Uang bagiku hanyalah sebuah tanda, tetapi bagimu adalah kenyataan"



Selengkapnya...

Sabtu, 06 Juni 2009

Tuntutan Amerika Kepada SBY Jika Jadi Presiden

Seorang mantan Menteri di era Pemerintahan pasca Soeharto, mengaku memperoleh banyak masukan dari beberapa orang yang selama ini menjadi anggota Tim Sukses SBY. Informasi itu menyangkut issue seputar keterlibatan Amerika Serikat dibelakang kenaikan SBY sebagai Presiden RI. Ternyata keterlibatan semacam AIPAC, Pentagon, NSC, China perantauan, dan para Lobbyist Indonesia di Kongres negara adidayaa itu tidak bohong 100 persen. Keterlibatan mereka memang ada, meski ditutup-tutupi oleh kedua belah pihak.

Menurut mantan menteri yang hobbinya mancing itu, beberapa "tuntutan" negara adidaya itu memang masuk akal bagi kepentingan kapitalis globalnya. Dulu ketika dia masih menjabat di pemerintahan, daftar "keinginan" negara adidaya itu juga pernah disodorkan Presiden kepadanya yang menerima "pesan" itu melalui Dubes AS di Jakarta. Tapi kondisi dalam negeri yang saat itu sedang "chaos" akibat angin Reformasi yang berhembus kencang, sehingga beberapa bagian tuntutan itu tak semuanya bisa "dibayarkan" hingga dia keluar dari kabinet karena berubahnya pemerintahan saat itu.


Menurut mantan menteri ini, mungkin saja AS masih menagih atas daftar tuntutannya yang belum kesampaian di negeri ini. "Nah, secara kebetulan pak SBY yang mau menerima "syarat" itu", katanya enteng. Apa saja sebenarnya yang diinginkan pihak Amerika untuk negeri kita saat ini?


Di bidang Ekonomi

Mantan Menteri itu mengatakan tuntutan negeri Paman Sam itu masih berkisar pada izin konsesi untuk tambang minyak dan gas bumi serta mineral lainnya. Misalnya saja izin konsesi untuk tambang tembaga dan emas di pulau Irian yang dikerjakan oleh PT Free Port. Mereka minta konsesi 100 thn untuk explorasi dan produksi, serta tambahan cakupan wilayah konsesi hingga mencapai 10 persen wilayah pulau kaya mineral itu.


Sementara untuk minyak dan gas bumi, mereka minta jaminan yang sama untuk PT Caltex Indonesia di Riau, PT Exxon untuk Aceh serta perluasan konsesi tambang migas untuk perusahaan UNOCAL di Kalimantan dan lepas pantainya. Dan diizinkan pula perusahaan AS ini membuka konsesi baru di wilayah kepala burung pulau Irian yang kaya itu.

Sementara untuk explorasi tambang gas terbesar di dunia, yaitu kepulauan Natuna, buah hasil kunjungan Presiden Clinton ke Jakarta beberapa tahun lalu, mereka juga prinsipnya meminta jaminan hukum dan kepastian yang membuat investasi mereka kelak di wilayah itu aman dari berbagai tuntutan rakyat Indonesia.

Untuk sektor diluar pertambangan, kepentingan ekonomi AS yang diangap penting di negeri ini adalah operasi Lembaga Keuangan dan Perbankan Internasionalnya. Kata pak mantan menteri itu, mereka meminta Bank Indonesia dan Depkeu mengizinkian pembukaan cabang-cabang yang lebih luas untuk operasi perbankan dan lembaga keuangan asing, termasuk pasar uang dan pasar modal, di semua ibukota propinsi dan kota-kota metropolis lainnya di Indonesia. Selama ini memang operasi bank-bank asing semacam Citibank, terbatas di Jakarta dan kota besar di Jawa saja seperti Bandung dan Surabaya.

Sementara itu mereka juga meminta SBY kelak lebih mempererat kerjasama ekonomi dengan teman lama yaitu IMF, WB dan forum APEC. Juga menyangkut kebijakan Pemerintah Indonesia ke depan yang menjamin terjadinya proses Liberasi Ekonomi yang lebih agresif dan sehat. Termasuk melanjutkan privatisasi BUMN seperti zaman pemerintahan Megawati. Dan diizinkannya pihak asing menguasai asset BUMN hingga 100 persen dalam 5-10 tahun ke depan. Pesanan yang terakhir ini, kata pak mantan menteri itu, lebih merupakan "pesanan" para China Hoakiao yang berjasa memberikan pendanaan kepada partai Demokrat. Mereka ini di koordinasi oleh BUMN Singapore yang selama ini rajin memborong asset-asset Pemerintah RI yang dilego Megawati melalui kementrian BUMN.

Bahkan atas titipan Singapore tampaknya, pihak AS minta agar diizinkannya 'menyewa' dan 'mengexplorasi' beberapa pulau kecil yang tidak berpenghuni ke pihak asing dengan perlindungan hukum yang jelas. Juga ada tuntutan untuk diberikannya jaminan kebebasan oleh otoritas moneter Indonesia dalam proses transfer dana hasil keuntungan jaringan bisnis Internasional yang beroperasi disini tanpa ada lagi pembatasan jumlah dana yang keluar Indonesia. Dan untuk menjamin terlaksananya kebijakan ini, tak tanggung-tanggung mereka menitipkan sejumlah nama calon Menteri Ekonomi yang akan paham betul bagaimana kepentingan AS disini antara lain: Sri Mulyani, Marie Pangestu,Iwan Jaya Aziz, Dorojatun K Jakti, Baihaki Hakim, dan ECW Neloe.


Di bidang Militer dan Keamanan Regional

Informasi yang didapat pak Menteri menyebutkan bahwa Pemerintah AS, khususnya Pentagon, menginginkan Pemerintahan SBY kelak mendukung upaya AS dan negara sekutunya untuk melakukan internasionalisi selat Malaka dalam jangka waktu 2-3 tahun ke depan. Sementara untuk dalam negeri, pihak AS tampaknya ingin sekali melihat reformasi juga terjadi secara prinsipiil dalam organisasi TNI. Mereka meminta Pemerintahan SBY mempelopori upaya penghapusan fungsi territorial TNI dalam kurun waktu 5 tahun pemerintahannya. Juga mereka mendesak agar kekuatan TNI-Laut yaitu armada timur dan barat dilebur dan dihapuskan menjadi komando utama saja yang berpusat di Jakarta.


Bagaimana dengan persenjataan TNI yang selama ini diboikot AS? Mereka meminta kepada Pemerintahan SBY kelak agar usaha modernisasi persenjataan TNI tetap mengacu pada sistem persenjataan negara adidaya itu. Mereka meminta pembelian senjata ex-AS dilakukan tidak langsung dan cukup senjata bekas pakai dari negara ketiga yaitu: Korsel, Taiwan dan Israel. Sementara itu mereka juga meminta Pemerintah SBY membentuk badan baru di bidang intelejen kepolisian (semacam FBI) dengan berintikan anggota Detasemen 88 yang sebelumnya telah dididik FBI untuk penanggulangan terrosime global.


Di bidang Politik dan Diplomasi

Mereka meminta agar Pelembagaan KPU dilakukan secara tetap untuk masa jabatan 5 tahun yad, melalui mekanisme hukum yang tegas dan lebih kuat sehingga tak mudah di intervensi dan digoyang DPR. Sementara di bidang otonomi daerah, mereka juga mengusulkan revisi UU Otonomi Daerah yang menjamin tiap Propinsi di Indonesia bisa lebih luwes dalam berhubungan secara langsung dgn pihak luar negeri, terutama dalam arus modal, tanpa menunggu Jakarta. Mereka juga berkeinginan melalu revisi UU Otoda itu, kelak propinsi-propinsi diIndonesia bisa mandiri sehingga suatu saat nanti akan mengarahkan NKRI menjadi negara Federal. Di bidang kepartaian, mereka meminta SBY agar bisa memikirkan sistem Multi Partai yang ada sekarang ini mulai dibatasi sehingga tersisa sekitar 2-3 parpol saja di masa depan seperti di AS.


Dalam diplomasi Internasional, pihak AS minta bantuan Pemerintahan SBY sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ikut aktif membantu kebijakan AS di Timur Tengah. Indonesia diminta untuk mendekati negeri-negeri Arab garis keras untuk bersikap moderat dan membantu Israel untuk merumuskan formula perdamainnya sendiri di Palestina. Indonesia diharapkan AS berperan aktif pula dalam kampanye melawan terrorisme internasional yang menjadikan Islam sebagai tameng.


Islam Fundamentalis dan Dunia Kampus

Sementara itu untuk mencegah munculnya Islam Fundamentalisme dalam pendidikan di ponpes-ponpes di seluruh Indonesia, mereka mendesak Pemerintahan SBY kelak memiliki kewenangan mengatur ponpes-ponpes itu seperti Departemen Pendidikan mengatur sekolah-sekolah swasta. Pengaturan dan intervensi Pemrintah itu meliputi sistem pembelajarannya dan terutama kurikulum. Dan untuk mengimbangi perkembangan paham fundamentalisme di Indonesia, mereka mendesak agar Pemerintahan SBY kelak mendorong tumbuh-berkembangny a kajian-kajian Keislaman Moderat semacam Lembaga Kajian yang ada di negara-negara maju saat ini. Mungkin yang mereka maksud adalah semacam Jaringan Islam Liberal (JIL) yang sudah mereka danai selama ini.


Bagaimana dengan dinamika kampus-kampus di Indonesia yang selama ini menjadi sumber perubahan di Republik ini? Ternyata Pemerintah AS berencana akan meyekolahkan ratusan pemuda Indonesia kembali setiap tahunnya seperti di masa lalu, dengan program bea siswa yang didanai oleh Deplu AS dan Lembaga Donasi lainnya di AS. Maksud program itu intinya agar mereka memiliki persepsi yang pas tentang Amerika Modern dewasa ini. Pihak AS juga sudah akan membuka pusat-pusat layanan Informasi di berbagai kampus di seluruh Indonesia (sebuah sudah di bangun AS di Univ. Muhammadiyah Malang tahun ini), menyangkut informasi seputar kehidupan bangsa Amerika. Hal sama akan mereka lakukan melalui badan penyiaran Internasional AS yaitu "Voice of America (VoA)" yang akan merintis lebih banyak lagi unit-unit siaran mereka di Indonesia dalam bentuk kerjasama dalam materi pemberitaan dan siaran untuk radio maupun televisi di sluruh Indonesia.



Sumber Forum.swaramuslim. net

Selengkapnya...